Beranda Tekno BRIN Luncurkan Teleskop Canggih di Timau untuk Pantau Satelit
Tekno

BRIN Luncurkan Teleskop Canggih di Timau untuk Pantau Satelit

BRIN Luncurkan Teleskop – Koordinator Observatorium Nasional Timau, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Abdul Rachman, mengungkapkan bahwa teleskop berukuran raksasa dengan diameter cermin 3,8 meter sedang dibangun di observatorium […]

BRIN Luncurkan Teleskop – Koordinator Observatorium Nasional Timau, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Abdul Rachman, mengungkapkan bahwa teleskop berukuran raksasa dengan diameter cermin 3,8 meter sedang dibangun di observatorium tersebut. Teleskop ini akan digunakan untuk mengamati satelit serta sampah antariksa yang berada di orbit Bumi. Sebelumnya, sejak 2022, BRIN hanya mengandalkan teleskop dengan ukuran relatif lebih kecil, di mana diameter cermin terbesar yang digunakan hanyalah 50 sentimeter.

Dengan hadirnya teleskop baru berukuran besar ini, BRIN berharap dapat meningkatkan kemampuan pemantauan sampah antariksa dan satelit secara lebih efektif, memberikan kontribusi signifikan terhadap penelitian antariksa di Indonesia.

Kecepatan Slewing Tinggi: Kunci Pengamatan Satelit dan Sampah Antariksa di Teleskop Baru BRIN

Menurut Abdul Rachman, Koordinator Observatorium Nasional Timau, teleskop astronomi yang digunakan untuk pengamatan satelit dan sampah antariksa harus memiliki slewing rate atau kecepatan bergerak yang tinggi. “Satelit dan sampahnya tergolong fast moving objects yang kecepatan geraknya di langit bisa berkali-kali lipat dari gerak bintang,” jelas Abdul Rachman dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 13 Oktober 2024.

Kecepatan ini sangat penting mengingat objek-objek tersebut bergerak dengan cepat di orbit Bumi, sehingga memerlukan teknologi pengamatan yang mampu mengikuti pergerakan mereka secara akurat.

BRIN Telah Memantau Satelit Sejak 2014 dengan Berbagai Instrumen

Abdul Rachman juga menjelaskan bahwa Pusat Riset Antariksa BRIN telah melakukan pengamatan satelit menggunakan berbagai instrumen sejak tahun 2014. Pengamatan tersebut melibatkan penggunaan binokuler dan kamera digital portabel, serta perangkat lunak beragam, baik yang berbayar maupun yang tersedia secara gratis di internet.

Pendekatan ini membantu BRIN untuk melakukan pemantauan satelit secara efektif, meskipun dengan keterbatasan instrumen. Dengan adanya teleskop baru berukuran besar di Observatorium Timau, diharapkan kualitas pengamatan satelit dan sampah antariksa akan semakin meningkat.

Pengamatan Satelit dengan Teleskop Baru: Astrometri dan Fotometri

Abdul Rachman menjelaskan bahwa pengamatan satelit dengan teleskop baru di Observatorium Timau telah dilakukan sejak 2022 hingga 2024. Pengamatan ini mencakup dua jenis metode: astrometri, untuk menentukan atau memperbaiki orbit satelit, dan fotometri, yang digunakan untuk menentukan kecerlangan serta karakteristik sikap satelit.

Pengamatan ini sangat penting, terutama ketika terjadi masalah pada satelit yang masih aktif beroperasi namun kehilangan komunikasi dengan stasiun pengendali di Bumi. “Dengan kata lain, jika terjadi contingency events, pengamatan ini dapat membantu memecahkan masalah tersebut,” jelas Abdul.

Pengamatan Satelit Tumbling: Upaya Mitigasi Sampah Antariksa

Abdul Rachman menjelaskan bahwa pengamatan satelit yang berputar, atau tumbling, umumnya dilakukan pada satelit yang sudah tidak beroperasi dan telah menjadi sampah antariksa. Karakteristik ini mencakup arah sumbu rotasi dan laju perputaran satelit. “Informasi ini sangat penting dalam upaya mitigasi dampak sampah antariksa,” ujar Abdul.

Ia menambahkan bahwa sampah antariksa yang tidak terkendali berpotensi menabrak satelit yang masih aktif beroperasi. Jika hal ini terjadi, bisa menyebabkan kerusakan serius, bahkan fatal, pada satelit yang masih berfungsi. Pengamatan ini merupakan bagian penting dalam menjaga keamanan operasional satelit dan mengurangi risiko dari sampah antariksa.

Pengamatan Satelit Buatan: Tantangan dan Manfaat Sains

Abdul Rachman menjelaskan bahwa foto satelit buatan yang diambil menggunakan teleskop sangat berbeda dari foto benda astronomi seperti bulan, planet, atau galaksi. Jika foto benda-benda astronomi biasanya berwarna-warni dan indah, foto satelit buatan dari teleskop di Bumi umumnya hanya berupa potongan garis lurus atau titik putih di tengah kumpulan bintang.

Namun, garis atau titik sederhana ini dapat memberikan informasi yang sangat berharga, baik dari sudut pandang ilmiah maupun praktis. Abdul memberikan contoh tiga jenis satelit yang dapat mewakili perkembangan teknologi satelit buatan: pertama, Sputnik milik Rusia yang menjadi satelit pertama di dunia pada tahun 1957; kedua, satelit besar dengan panel surya dan kompleksitas tinggi seperti satelit navigasi dan telekomunikasi; dan ketiga, satelit cubesat yang berukuran kecil namun kompleks dan semakin banyak diluncurkan ke angkasa.

Teknologi satelit terus berkembang, dari yang sangat sederhana hingga yang paling kompleks. Menurut Abdul, Jaringan Observatorium dan Planetarium Indonesia (JOPI), yang memiliki puluhan teleskop bermotor penggerak, juga dapat berpartisipasi dalam pengamatan satelit buatan. Fasilitas canggih tersebut tidak hanya digunakan untuk mengamati benda langit alami, tetapi juga satelit buatan yang ada di orbit.

 

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Sebelumnya

Google Tindak Kaspersky, Antivirus Populer Hilang dari Play Store

Selanjutnya

BYD M6 Rilis di Malaysia: Perbandingan Harga dengan Indonesia

movie88thebest
Penulis

movie88thebest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tuskthemovie.com - Portal Berita Terbaru dan Terkini Hari Ini